Esai ditulis untuk lomba esai DInas Arpus Provinsi Jawa Tengah
Oleh: Joko Slamet (Perangkat Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo)
Dari lereng Gunung Sindoro, terhampar sebuah kisah yang mungkin terasa layaknya fiksi, namun berdiri tegak sebagai kebenaran paling inspiratif: Desa Candimulyo. Dulu, ia hanyalah noktah kecil yang nyaris luput dari catatan arsip, dokumentasi, apalagi prestasi. Kini, Candimulyo bersinar terang sebagai mercusuar literasi yang dinamis, membuktikan bahwa transformasi luar biasa tak selalu bermula dari modal besar, melainkan dari sebuah kekuatan sederhana yang sering diremehkan: pena.
Keberhasilan ini bukanlah kebetulan, melainkan buah dari semangat menulis yang telah mengubah ketertinggalan menjadi desa maju bahkan mandiri, dari kesunyian menjadi simfoni prestasi. Tema "Menulis Demi Generasi Literat" yang diusung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dalam kompetisi esai ini, menemukan perwujudan paling gamblang di sini, di desa yang baru saja dinobatkan sebagai Juara I Kampung Keluarga Berkualitas Terbaik Jawa Tengah, bahkan sukses meraih Runner-up Nasional.
Jantung kebangkitan Candimulyo tak lepas dari denyut "Trilogi Pena". Ada "Cerita dari Kakek" yang menyelamatkan memori kolektif dari bisikan lisan yang rentan terlupa, mengabadikannya dalam lembaran aksara. Kemudian, "Catatan dari Kami", sebuah kronik arsip hidup yang menangkap setiap inovasi, inisiasi, dan geliat perjuangan desa. Puncaknya adalah "Surat untuk Cucu", wasiat dan harapan yang terajut, memastikan benih literasi terus bertunas hingga jauh ke masa depan. Trilogi ini menyuarakan satu literasi fundamental: bahwa ketika frasa sederhana "Tulislah" menjelma fondasi kokoh, ia akan melahirkan generasi desa literat yang berdaya dan berilmu. Dalam rentang waktu kurang dari satu dekade, tepatnya 114 bulan. Keputusan sederhana untuk mulai menulis setiap langkah telah mengukir lintasan gemilang yang terlihat nyata. Angka-angka menjadi saksi bisu keajaiban pena. Lebih dari 726 berita dan artikel telah meramaikan situs web resmi desa, mengangkat narasi lokal ke panggung digital. Dokumentasi tak kenal lelah ini tak hanya memperkaya khazanah arsip desa, melainkan juga melambungkan nama Candimulyo hingga meraih 21 prestasi gemilang, dari tingkat kecamatan sampai puncaknya di kancah nasional. Ini adalah manifestasi filosofi yang terpatri dalam sanubari: "sebanyak apa pun kegiatan desa tak akan tampak di mata Nusantara jika tidak ditulis." Setiap inovasi, setiap asa, setiap tetes peluh perjuangan, kini menemukan keabadian dalam "Catatan dari Kami" yang terpampang menjadi warisan literasi "Surat untuk Cucu".
Jejak Awal Perubahan dari Lereng Sindoro
Tersembunyi di lereng Gunung Sindoro pada ketinggian 1.150 meter di atas permukaan laut (mdpl), Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah sering diselimuti kabut tebal dengan intensitas hujan tinggi dan kelembapan ekstrem. Kondisi ini membuatnya nampak terisolasi, meskipun warganya dikenal gigih dalam perjuangan. Sayangnya, kegigihan itu sering luput dari perhatian karena kurangnya narasi dan dokumentasi tertulis. Di lereng gunung inilah, saya tumbuh dan dibesarkan. Pada tahun 2012, sebagai putra asli Dusun Madukoro, Desa Candimulyo, saya menorehkan jejak yang terasa meruntuhkan sekat-sekat tradisi. Menjadi sarjana pribumi pertama lulusan Universitas Negeri Semarang.
Bagi sebagian besar masyarakat di luar desa, terutama di perkotaan, selembar ijazah mungkin sekadar formalitas. Namun, bagi kami - generasi yang terbelenggu keterbatasan ekonomi dan akses pendidikan turun-temurun - pencapaian itu jauh melampaui sekadar gelar. Ia adalah penanda era baru, mercusuar yang menembus tebalnya kabut kemiskinan. Kelulusan itu menyalakan harapan bagi pribumi dusun ini yang kala itu hanya berani bermimpi, sekaligus mengukirkan jejak inspirasi serta memicu tumbuhnya tunas-tunas sarjana desa baru.
Candimulyo, ibarat permata tersembunyi, menyimpan paradoks, ia kaya akan potensi dan kearifan lokal, namun miskin dalam narasi tertulis tentang dirinya. Saya ingat betul, pada Juli 2017, setelah lolos ujian, saya resmi menjabat Kepala Dusun Madukoro, Desa Candimulyo. Posisi ini amat vital, mengubah lintasan hidup saya dan mengukir jejak baru bagi desa, sebab saya adalah sarjana pertama yang menjabat perangkat desa. Kala itu, Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) Candimulyo terjerat dalam status "Desa Tertinggal". Ironi pahit ini sungguh nampak. Setelah menyisir arsip desa, saya tidak menemukan satu pun catatan penting yang mendokumentasikan jejak perjalanan desa ini. Seolah sejarah kami adalah lembaran kosong, perjalanan berharga yang tak pernah dinarasikan secara tertulis
Ketiadaan jejak tertulis, atau lebih tepatnya, minimnya arsip yang terkelola dengan baik, bukan sekadar absennya tinta di atas kertas. Ini adalah refleksi telanjang dari absennya kesadaran kolektif akan urgensi dokumentasi, refleksi, dan pewarisan catatan leluhur. Lebih jauh, ini adalah akar dari masalah yang lebih mendalam: defisit literasi peradaban. Literasi yang dimaksud bukan hanya kemampuan membaca atau menulis aksara, melainkan kemampuan fundamental untuk memahami siapa kita sebagai sebuah komunitas, potensi tersembunyi yang kita miliki, dan ke mana arah langkah kita esok hari. Bagaimana mungkin sebuah generasi bisa merajut masa depan dari benang-benang masa lalu jika benang itu tak pernah diurai dan dirangkai? Bagaimana mungkin gagasan-gagasan hari ini mampu bersemi menjadi pohon-pohon kebijaksanaan di esok hari, jika akarnya tidak pernah terdokumentasi dan terawat dalam ingatan kolektif yang tertulis?
Seringkali, saya mendengar cerita-cerita bertebaran di udara. Kisah-kisah tentang keberhasilan yang pernah diraih di zaman kakek, atau tentang perjuangan gigih membangun desa di masa bapak, bahkan narasi-narasi lain yang tak terhitung jumlahnya. Namun, jujur saja, cerita-cerita itu seringkali hanya berujung pada frasa 'katanya', 'kayaknya dulu pernah ada', atau 'kalau tidak salah'. Ironisnya, jejak-jejak narasi berharga ini, bahkan catatan prestasi yang mestinya bisa jadi kebanggaan, tak pernah benar-benar tertulis. Semuanya hanya tersimpan dalam ingatan yang rentan sirna.
Dalam konteks inilah, peran Dinas Kearsipan dan Perpustakaan menjadi sangat vital. Mereka bukan sekadar 'penjaga gudang' koleksi lama, melainkan motor penggerak dan inspirator bagi desa seperti kami. Dengan bimbingan dan pendampingan yang tepat di akar rumput, desa-desa seperti kami tentu punya harapan berani mulai merangkai kembali narasi yang terputus, menggali dan mendokumentasikan setiap potensi lokal
Membangun masa depan Desa Candimulyo dan juga desa-desa lain di seluruh Jawa Tengah hingga pelosok nusantara berarti meletakkan pondasi jembatan yang kokoh. Jembatan ini, yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, dibangun lewat kekuatan aksara dan semangat literasi. Ini bukan sekadar pekerjaan administratif yang kering, melainkan panggilan luhur untuk mengembalikan narasi yang hilang, merajut kembali benang-benang sejarah yang tercerai-berai, dan menyalakan pena sebagai lentera penunjuk jalan bagi generasi sekarang dan selanjutnya
Warisan Pena: Mengais Jejak, Menyuluh Masa Depan
Visi kami dalam "Menulis Demi Generasi Literat" lebih dari sekadar mengumpulkan data atau membuat laporan. Ini adalah sebuah filosofi warisan. Kami berharap tak lagi mewariskan kebodohan, melainkan warisan berharga: ilmu, pengetahuan, dan harapan. Filosofi fundamental ini kami tuangkan dalam tiga pilar narasi utama di website desa kami, yang menjadi jantung komunikasi, publikasi dan dokumentasi: "Cerita dari Kakek," "Catatan dari Kami," dan "Surat untuk Cucu."
"Cerita dari Kakek" bukan sekadar tajuk, melainkan gerbang menuju akar identitas, kearifan lokal, dan jejak perjuangan leluhur. Ini adalah ikhtiar mendalam untuk menyelamatkan memori kolektif yang seringkali hanya berbisik dalam narasi lisan, lalu mengabadikannya dalam aksara. Dengan demikian, khazanah tak benda ini bertransformasi menjadi warisan tertulis, sebuah kompas yang jelas menuntun langkah kami di masa kini. Lebih dari sekadar nostalgia, ini adalah revitalisasi fondasi identitas dan nilai-nilai luhur yang senantiasa membentuk jatidiri desa kita.
"Catatan dari Kami" adalah kisah tentang hari ini, sebuah narasi dinamis yang merangkum 25 program inovasi yang kami gagas. Semua ini kami bingkai dalam tema: “Menyuluh Masa Depan: Langkah Desa Di Lereng Gunung Sindoro Menuju Kampung Keluarga Berkualitas”. Ini adalah cerminan dari setiap langkah, besar maupun kecil, yang kami tempuh dalam mentransformasi desa. Dari setiap rapat awal, inisiatif baru, keberhasilan yang diraih, hingga tantangan yang dihadapi, semuanya terekam dengan narasi. Catatan ini bukan hanya sekadar arsip, melainkan peta perjalanan yang mengukir jejak, memastikan setiap upaya memiliki bukti, setiap ide memiliki rekam jejak, dan setiap perubahan memiliki saksi tertulis. Lebih dari sekadar bentuk transparansi, akuntabilitas, dan publikasi, ini adalah fondasi bagi proses pembelajaran kolektif yang terliterasi dan berkelanjutan.
"Surat untuk Cucu" adalah tentang masa depan. Ini adalah harapan yang kami tanam hari ini, sebuah bintang yang menyinari perjalanan generasi mendatang. Kami ingin suatu hari nanti, ketika cucu-cucu kami membaca surat ini, mereka tahu bahwa perubahan besar selalu dimulai dari hal kecil, dari keputusan sederhana untuk berkata "tulislah". Mereka akan tahu bahwa desa yang dulunya terbelakang ini, berhasil mengubah nasibnya. Dari status "Desa Tertinggal" di tahun 2017, kami bangkit menjadi "Desa Berkembang" di 2018, meloncat signifikan menjadi "Desa Maju" pada 2020, dan puncaknya, meraih predikat "Desa Mandiri" di tahun 2024. Sebuah transformasi yang tidak akan pernah bisa dipahami sepenuhnya tanpa narasi tertulis yang melahirkannya.
Ketiga pilar narasi ini bukan hanya konten website, melainkan jembatan waktu yang menghubungkan kearifan masa lalu, dinamika masa kini, dan potensi masa depan. Melalui "Warisan Pena" ini, kami berupaya menciptakan jejak yang jelas, menyuluh jalan bagi lahirnya generasi literat yang mandiri, berdaya, dan siap membangun masa depan cerah.
Sebagaimana kutipan yang senantiasa kami pegang: " Warisan leluhur adalah kompas yang menuntun langkah, catatan hari ini adalah peta yang mengukir jejak, dan harapan masa depan adalah bintang yang menyinari perjalanan.' Dari tanah Candimulyo yang subur, setiap biji kebaikan yang kami tulis akan tumbuh menjadi benih harapan untuk mewujudkan generasi literat Nusantara. Inilah esensi 'Menulis Demi Generasi Literat': sebuah tindakan integral yang menautkan masa lalu, kini, dan masa depan dalam siklus pencerahan abadi."
Trilogi Pena: Fondasi Literasi dan Transformasi Desa Candimulyo
Dalam waktu kurang dari satu dekade, Desa Candimulyo telah menjelma menjadi percontohan inovasi. Desa ini berhasil melahirkan 25 program inovasi yang terklasifikasi dalam empat bidang utama. Di antara semua inisiatif tersebut, tiga program secara khusus menjadi "Trilogi Pena" kami, pilar fundamental dalam perjalanan menuju generasi literat dan desa yang berdaya: Om Pi’i Mulyo, GELAR, dan WESI.
Om Pi’i Mulyo (Oemah Pinter Digital Candimulyo): Menjelajah Ilmu di Ujung Jari
Om Pi’i Mulyo, akronim dari Oemah Pinter Digital Candimulyo, merepresentasikan transformasi signifikan perpustakaan desa. Dari wujud konvensional yang terbatas, inisiatif ini berevolusi menjadi platform digital bernama “Mulia Pustaka” - aplikasi dan sistem yang memungkinkan masyarakat membaca, mencari, dan meminjam buku secara daring.
Transformasi ini sangat krusial di era informasi, terutama bagi desa seperti Candimulyo yang sebelumnya sering terkendala akses terhadap sumber bacaan berkualitas. Perpustakaan konvensional kerap menghadapi kendala mulai dari keterbatasan koleksi, ruang, jam operasional, hingga jangkauan geografis. Dengan “Mulia Pustaka,” hambatan-hambatan ini sirna. Kini, seorang ibu rumah tangga yang beristirahat setelah mengurus ladang dapat mengakses buku resep baru, anak sekolah dapat mencari referensi tugasnya, atau petani dapat membaca artikel teknik pertanian modern, semuanya dari kenyamanan gawai mereka.
Om Pi’i Mulyo adalah manifestasi nyata upaya kami meningkatkan literasi fungsional dan digital. Ini bukan sekadar kemampuan membaca aksara, melainkan juga kapasitas mencari, memilah, dan menggunakan informasi secara efektif demi meningkatkan kualitas hidup. Mulia Pustaka membuka jendela dunia informasi, memberdayakan warga untuk terus belajar dan berinovasi di berbagai aspek kehidupan.
GELAR (Gerakan Belajar Rakyat): Membuka Pintu Kedua Pendidikan
Jika Om Pi’i Mulyo membuka jendela dunia informasi, maka GELAR (Gerakan Belajar Rakyat) membuka pintu kedua bagi kesempatan pendidikan formal yang mungkin luput dari sebagian warga. Program ini adalah inisiatif pendidikan jalur non-formal yang didedikasikan bagi masyarakat putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan pendidikan formal karena berbagai alasan—baik ekonomi, geografis, maupun tuntutan keluarga.
Melalui GELAR, kami menyelenggarakan program Paket Belajar langsung di Desa Candimulyo, meliputi jenjang Kejar Paket A (setara SD), B (setara SMP), dan C (setara SMA). Ini adalah sebuah "pelukan hangat" bagi setiap warga yang haus ilmu, memastikan tak seorang pun tertinggal dalam aspek pendidikan. Bagi sebagian besar peserta, ijazah dari Kejar Paket bukan sekadar lembaran kertas; ia adalah kunci pembuka gerbang kesempatan. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi, memperoleh pekerjaan yang layak, dan meningkatkan kualitas hidup mereka
GELAR adalah fondasi literasi paling dasar dan krusial. Sebelum seseorang dapat menjelajahi pengetahuan digital atau menuliskan kisah hidupnya, mereka harus memiliki kemampuan membaca dan menulis yang memadai. Program ini memberdayakan individu yang sebelumnya terpinggirkan, mengembalikan martabat mereka, membekali mereka dengan literasi fundamental, mengurangi angka putus sekolah dan memperkuat ekosistem literasi dari akar rumput.
WESI (Web Desa Terintegrasi): Mengabadikan Narasi, Membangun Jejak Digital
WESI adalah akronim dari Web Desa Terintegrasi, sebuah program inovasi Desa Candimulyo yang berfungsi sebagai penjaga ingatan kolektif, wadah narasi masa kini, dan jembatan ke masa depan. Ini adalah perwujudan komitmen untuk mendokumentasikan dan memublikasikan dinamika desa secara digital.
Lebih dari sekadar halaman statis, WESI adalah portal dinamis yang menyatukan seluruh informasi dan layanan desa. Ia terhubung langsung dengan berbagai sistem penting, mulai dari keuangan desa, data keluarga, hingga perpustakaan digital kami.
Sejak diluncurkan pada Oktober 2023, WESI telah memublikasikan lebih dari 720 artikel dan berita desa, dengan rasio publikasi rata-rata 1,11 artikel/berita per hari. WESI menjadi bukti bahwa kegiatan menulis, dalam konteks desa, bukan hanya soal sastra, tetapi soal pembangunan, transparansi, dan pemberdayaan. Ini adalah platform di mana "Catatan dari Kami" menjadi sebuah kisah yang terus berkembang, dapat diakses kapan saja, di mana saja, menjadi inspirasi bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Dengan WESI, kami memastikan bahwa upaya dan capaian desa tidak hanya terjadi, tetapi juga terekam dan tersebar, memperkuat akuntabilitas dan memicu partisipasi warga.
Dari Trilogi Pena Menuju Karya dan Pengakuan Nasional
Puncak dari semangat literasi dan dokumentasi yang diusung "Trilogi Pena" ini terwujud dalam sebuah buku yang kami tulis sebagai syarat lomba tingkat nasional, berjudul: "Membangun Mimpi di Lereng Gunung Sindoro: Transformasi Desa Tertinggal Mewujudkan Desa Mandiri." Lebih dari sekadar manuskrip, buku ini adalah 'Surat untuk Cucu' dalam skala yang lebih luas, sebuah risalah yang kami persembahkan bagi generasi literat.
Setiap lembar buku ini adalah kanvas tempat terukir pesan-pesan hidup: mimpi-mimpi yang bersemi di benak anak-anak perbukitan, diabadikan dalam aksara. Buku ini adalah ‘epistola’ dari rahim Nusantara di kaki Gunung Sindoro, warisan tertulis untuk generasi hari ini dan mendatang. Melalui narasi transformasi ini, kami berupaya menanamkan benih kesadaran, bahwa setiap kisah layak ditulis, bahwa literasi adalah mercusuar yang menyingkap potensi tak terbatas, dan bahwa setiap desa mampu merangkai narasi peradaban mereka sendiri.
Transformasi yang kami narasikan berbuah manis, bahkan melampaui ekspektasi. Dari desa yang nyaris tanpa prestasi, Desa Candimulyo kini telah mengukir sejarah dengan 21 penghargaan dalam kurang dari satu dekade terakhir. Mulai dari “The Best Village in Digital and Statistical Government Initiative” Kabupaten, empat kali beruntun Apresiasi Kampung Keluarga Berkualitas Terbaik Kabupaten (2022-2025), Juara I Kampung Keluarga Berkualitas Terbaik Jawa Tengah hingga puncaknya dinobatkan sebagai Juara II Nasional.
Epilog: Pena, Tongkat Estafet Peradaban
Perjalanan Desa Candimulyo adalah sebuah epos kebangkitan, namun di jantung transformasi ini bersemayamlah kebangkitan literasi yang meresap ke sendi desa. "Menulis Demi Generasi Literat" bukan sekadar semboyan, melainkan sebuah kredo yang kami wujudkan dalam setiap napas komunitas. Ini lebih dari sekadar mengajari mereka membaca dan menulis; ini adalah tentang membangun sebuah ekosistem hidup di mana literasi menjadi nadi
OM PI’I MULYO (Oemah Pintar Digital Candimulyo) menjadi gerbang utama menuju literasi fungsional dan digital. Bukan hanya tentang kemampuan membaca kata, melainkan kapasitas untuk menjelajah samudra informasi, memilah mutiaranya, dan menggunakannya untuk menenun kualitas hidup yang lebih baik. GELAR (Gerakan Belajar Rakyat) membuka cakrawala pendidikan berkelanjutan, membekali setiap warga dengan literasi dan memastikan tak seorang pun tertinggal dalam arus perubahan. Sementara itu, WESI (Web Desa Terintegrasi) adalah jendela utama yang merekam, menulis dan menyiarkan setiap denyut pembangunan. Ketiganya bersinergi, menciptakan lingkaran positif: literasi informasi memicu inovasi, inovasi mendorong pendidikan, dan pendidikan memupuk generasi yang kian literat
Bagi kami, pena bukanlah sebatas alat tulis. Ia adalah tongkat estafet harapan, diwariskan dari tangan ke tangan, dari generasi ke generasi. Dengan pena inilah kami membingkai "Cerita dari Kakek", merangkai "Catatan dari Kami", dan menuliskan "Surat untuk Cucu". Kami percaya, suatu hari nanti, saat tinta pena ini mengering, ia akan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Peta itu akan menunjukkan kepada generasi mendatang bahwa perubahan besar selalu berawal dari hal-hal kecil, dari keputusan sederhana untuk menuliskan narasi, dari tekad yang tak tergoyahkan untuk mewariskan bukan hanya tanah, melainkan ilmu, kemandirian, dan harapan bagi generasi literat yang akan menggenggam masa depan. Dari tanah Candimulyo yang subur, setiap biji kebaikan yang kami tanam, terutama biji literasi, kami yakini akan tumbuh subur menjadi inspirasi bagi terwujudnya generasi emas Nusantara.
Kisah Candimulyo adalah cerminan dari kekuatan transformatif literasi. Ia bukan hanya tentang membaca dan menulis, melainkan tentang membangun narasi diri, merekam jejak peradaban, dan mewariskanya. Di sinilah bukti, bahwa pena, di tangan mereka yang berani memulai dan bermimpi, sanggup mengubah noktah kecil di peta menjadi mercusuar yang memandu, dari desa yang pernah tertinggal menjadi pelopor generasi literat. Semoga kisah ini menerangi setiap sudut Nusantara, dan menginspirasi desa-desa lain untuk menorehkan prestasi serupa.
Daftar Pustaka
Pemerintah Desa Candimulyo. (2023). Website desa terintegrasi (WESI) Desa Candimulyo. Diambil dari candimulyo.desacantik.id
Pemerintah Desa Candimulyo. (2024). Evaluasi Program Gerakan Belajar Rakyat (GELAR)[Dokumen internal desa].
Pemerintah Desa Candimulyo. (2024). Laporan tahunan Program Om PI’I Mulyo[Dokumen internal desa].
Slamet, J. (2024). Membangun mimpi di lereng Gunung Sindoro: Transformasi desa tertinggal mewujudkan desa mandiri[Dokumen internal desa].
Biodata Singkat Penulis
Saya, Joko Slamet, adalah putra daerah asli yang lahir dan besar di Dusun Madukoro, Desa Candimulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Latar belakang pendidikan saya bermula dari keterbatasan ekonomi, namun berkat dukungan keluarga dan ketekunan, saya berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada tahun 2012. Pencapaian ini sangat membanggakan, mengingat saya adalah sarjana pertama di dusun kami, sebuah cerminan nyata dari tantangan akses pendidikan yang umum di wilayah kami.
Sejak tahun 2017, saya mengabdikan diri sebagai perangkat desa Candimulyo, menjabat sebagai Kepala Dusun Madukoro. Saat itu, desa kami masih menyandang status tertinggal, sebuah kondisi yang memantik tekad saya untuk berinovasi. Meski bukan penulis profesional, saya merasa terpanggil untuk mendokumentasikan dan menarasikan setiap intervensi serta inovasi desa. Berawal dari kisah-kisah lisan para sesepuh hingga catatan kegiatan sehari-hari, dokumentasi ini kami publikasikan, terutama melalui website desa yang kami inisiasi.
Saya kemudian menginisiasi tema besar “Menyuluh Masa Depan: Langkah Desa di Lereng Gunung Sindoro Menuju Kampung Keluarga Berkualitas.” Di bawah payung tema ini, 25 program inovasi berhasil membawa transformasi signifikan, mengubah desa kami dari status tertinggal menjadi desa mandiri pada tahun 2024. Dedikasi dan inovasi ini telah menghantarkan desa kami meraih berbagai penghargaan bergengsi dan puncaknya dinobatkan Juara II Kampung Keluarga Berkualitas tingkat nasional pada 23 Juli lalu.
Melalui gagasan yang kami rangkum dalam "Cerita dari Kakek," "Catatan dari Kami," dan "Surat untuk Cucu," kami berupaya mewariskan tidak hanya tanah, melainkan juga ilmu, kemandirian, dan harapan bagi generasi mendatang. Saya sangat meyakini bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Keputusan sederhana untuk berani "menulis" telah menjadi kunci transformasi utama, mengangkat desa kami dari yang semula kurang diperhitungkan menjadi berprestasi di kancah nasional. Melalui esai ini, saya ingin membagikan kisah inspiratif tersebut, menegaskan bahwa literasi adalah fondasi utama pembangunan, bahkan di sebuah desa terpencil di lereng Gunung Sindoro yang dulunya berstatus tertinggal.
PLATFORM
Desa Candimulyo memanfaatkan berbagai platform media, diantaranya Website, media sosial Facebook, Instagram, Youtube dan Tiktok untuk menyampaikan fragmen program kegiatan sebagai sarana edukasi, sosialisasi advokasi dan intervensi program. Dengan menggunakan media analog dan digital, Desa Candimulyo berharap dapat menjangkau lebih luas, membangun sinergitas, aksesibilitas publik dan memaksimalkan program.